Bacaaritamaluku.com; Provinsi Maluku, dengan bentangan laut yang memisahkan 1.388 pulau besar dan kecil, menyimpan kekayaan budaya dan sumber daya yang luar biasa. Namun, kondisi geografis yang unik ini juga menghadirkan tantangan berat, terutama dalam hal konektivitas antar pulau. Masalah konektivitas ini bukan sekadar urusan teknis, tapi menyangkut hak dasar masyarakat atas akses terhadap layanan, ekonomi, dan mobilitas.
1. Infrastruktur Transportasi Laut Masih Terbatas
Banyak wilayah di Maluku belum memiliki pelabuhan atau dermaga yang layak. Menurut hasil penelitian dari Universitas Pattimura (2023), pelabuhan yang ada umumnya masih minim fasilitas seperti ruang tunggu, crane bongkar muat, hingga gudang penyimpanan barang. Hal ini memperlambat arus logistik dan menyulitkan pelaku usaha dalam mendistribusikan barang antar pulau.
Selain itu, layanan kapal feri dan kapal perintis tidak berjalan secara konsisten. Laporan dari Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa masih terdapat sejumlah wilayah di Maluku seperti Kabupaten Buru, Buru Selatan, dan Seram Bagian Barat yang belum dilayani secara optimal oleh kapal Pelni, yang seharusnya menjadi tulang punggung transportasi laut di kawasan timur Indonesia.
2. Transportasi Udara Masih Mewah Bagi Banyak Warga
Transportasi udara memang menjadi solusi cepat, namun masih belum merata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku mencatat bahwa hingga 2024, hanya sebagian kecil pulau yang memiliki bandara aktif, itupun sebagian besar hanya melayani rute perintis. Jumlah penumpang pesawat domestik per Desember 2024 mencapai 51.663 orang, meningkat dibanding bulan sebelumnya, namun angka ini belum proporsional dengan kebutuhan penduduk Maluku yang tersebar luas.
Kendala lainnya adalah harga tiket yang tinggi. Karena frekuensi penerbangan rendah dan daya beli masyarakat relatif rendah, banyak warga yang akhirnya memilih jalur laut, meskipun harus menempuh waktu berhari-hari.
3. Biaya Logistik yang Tinggi dan Membebani
Keterbatasan sarana transportasi secara langsung berdampak pada tingginya biaya logistik. Menurut catatan dari Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), biaya logistik ke wilayah Indonesia timur, termasuk Maluku, bisa mencapai 2-3 kali lipat lebih mahal dibanding wilayah barat. Ini menyebabkan harga bahan pokok di pulau-pulau kecil di Maluku melambung tinggi dan tidak stabil.
Kapal perintis yang menjadi andalan masyarakat memiliki kapasitas terbatas dan tidak memiliki jadwal tetap. Hal ini menyebabkan barang kebutuhan sering terlambat sampai, terutama saat kondisi cuaca tidak bersahabat.
4. Jaringan Telekomunikasi Belum Merata
Di era digital, konektivitas bukan hanya soal pelabuhan dan bandara. Jaringan internet dan sinyal seluler juga menjadi infrastruktur krusial. Namun kenyataannya, banyak pulau di Maluku yang masih belum tersentuh jaringan internet yang memadai. Berdasarkan laporan Kominfo tahun 2023, lebih dari 300 desa di Maluku belum memiliki akses internet yang stabil. Beberapa wilayah bahkan belum memiliki jaringan 4G sama sekali.
Keterbatasan ini sangat berdampak pada pendidikan, layanan kesehatan, dan kegiatan ekonomi digital yang mulai tumbuh di berbagai wilayah.
5. Tantangan Cuaca dan Kondisi Alam
Selain faktor buatan manusia, alam juga turut memainkan peran dalam menentukan aksesibilitas antar pulau. Maluku sering kali dihadapkan pada kondisi cuaca ekstrem dan gelombang tinggi, terutama saat musim barat dan timur berganti. Informasi dari BMKG menunjukkan bahwa tinggi gelombang di wilayah Maluku bisa mencapai lebih dari 2,5 meter pada musim-musim tertentu, mengakibatkan banyak pelayaran tertunda bahkan dibatalkan.
Menuju Solusi yang Berkelanjutan
Membangun konektivitas di Maluku membutuhkan komitmen jangka panjang dan pendekatan yang holistik. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan antara lain:
1. Peningkatan Infrastruktur Laut dan Udara: Pemerintah pusat dan daerah perlu mempercepat pembangunan pelabuhan dan bandara di pulau-pulau dengan akses terbatas.
2. Subsidi Transportasi: Diperlukan subsidi transportasi laut dan udara agar biaya logistik bisa ditekan dan masyarakat bisa mendapatkan harga barang yang wajar.
3. Pemerataan Telekomunikasi: Komitmen untuk membangun menara BTS dan jaringan internet di pulau-pulau kecil harus dipercepat.
4. Kebijakan Khusus Provinsi Kepulauan: Maluku membutuhkan kebijakan afirmatif dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) berbasis wilayah kepulauan untuk mendanai proyek konektivitas.
Maluku bukan hanya serpihan pulau-pulau di tengah laut. Ia adalah rumah bagi jutaan warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama untuk terhubung. Sudah saatnya pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan menjadikan konektivitas Maluku sebagai prioritas nasional yang nyata ***