Bacaritamaluku. com; Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) di Provinsi Maluku menghadapi tantangan signifikan dalam sektor pendidikan. Sebagai salah satu daerah yang termasuk dalam kategori 3T (terdepan, terluar, tertinggal), SBB memiliki keterbatasan dalam akses pendidikan, infrastruktur, dan sumber daya manusia. Data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Seram Bagian Barat mencapai 216,09 ribu jiwa pada 2024.
Data per Juni 2024 menunjukkan bahwa hanya 5,72% penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi. Sebaliknya, 22,87% penduduk tidak atau belum pernah sekolah, dan 15,87% belum tamat SD. Berdasarkan jenjang pendidikan, jumlah penduduk SBB yang telah menyelesaikan pendidikan S3 hanya sebanyak 4 jiwa atau 0,002%, sedangkan lulusan S2 sebanyak 209 jiwa atau 0,1%. Lulusan S1 mencapai 8.493 jiwa atau 3,93%, sementara lulusan D3 sebanyak 1.822 jiwa atau 0,84%. Untuk lulusan D1 dan D2 tercatat sebanyak 1.838 jiwa atau 0,85%. Penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan SMA berjumlah 54,43 ribu jiwa atau 25,19%, sedangkan lulusan SMP sebanyak 27,08 ribu jiwa atau 12,53%. Penduduk yang tamat SD mencapai 38,51 ribu jiwa atau 17,82%, sementara mereka yang belum tamat SD berjumlah 34,29 ribu jiwa atau 15,87%. Adapun penduduk yang tidak atau belum sekolah mencapai 49,42 ribu jiwa atau 22,87%.
Sebagai daerah 3T, kesenjangan pendidikan ini berdampak luas pada masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan literasi yang rendah, keterampilan kerja yang minim, peluang ekonomi terbatas, dan lambatnya pembangunan sosial. Keterbatasan infrastruktur sekolah, kurangnya tenaga pengajar berkualitas, serta akses transportasi yang sulit semakin memperparah kondisi ini. Selain itu, pada tahun 2018, SBB mendapatkan nilai kepatuhan terhadap standar pelayanan publik terendah di Indonesia dan masuk dalam zona merah. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan publik, termasuk sektor pendidikan, memerlukan perhatian serius.
Salah satu tantangan terbesar dalam meningkatkan kualitas pendidikan di SBB adalah kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat. Target pemotongan anggaran kementerian dan lembaga, seperti yang tertulis dalam Lampiran Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025, mempengaruhi berbagai aspek pengeluaran di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Pemangkasan ini mencakup berbagai sektor penting, mulai dari alat tulis kantor yang dipangkas hingga 90%, percetakan dan suvenir sebesar 75,9%, sewa gedung, kendaraan, dan peralatan sebesar 73,3%, serta belanja lainnya sebesar 59,1%. Selain itu, anggaran untuk kegiatan seremonial juga mengalami pemotongan sebesar 56,9%, perjalanan dinas 53,9%, kajian dan analisis 51,5%, jasa konsultan 45,7%, serta rapat, seminar, dan sejenisnya 45%. Pemotongan juga terjadi pada honor output kegiatan dan jasa profesi sebesar 40%, infrastruktur 34,3%, diklat dan bimtek 29%, peralatan dan mesin 28%, lisensi aplikasi 21,6%, bantuan pemerintah 16,7%, serta pemeliharaan dan perawatan sebesar 10,2%.
Pemangkasan ini menjadi tantangan besar bagi SBB, yang sangat bergantung pada dukungan anggaran dari pemerintah pusat. Infrastruktur pendidikan yang sudah minim, dan akses terhadap peralatan serta teknologi pembelajaran bisa semakin sulit diperoleh. Sebagai daerah 3T, SBB membutuhkan kebijakan khusus yang lebih fleksibel dan inovatif agar dapat mengejar ketertinggalan dalam sektor pendidikan. Pemerintah daerah perlu mencari solusi alternatif,Tanpa langkah strategis pemangkasan anggaran ini berisiko semakin memperburuk kondisi pendidikan di Kabupaten Seram Bagian Barat ***