Ambon, BacaritaMaluku.com– Laut Arafura kembali menjadi sorotan. Kali ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertindak tegas dengan membekukan izin operasional 10 kapal penangkap ikan dan satu kapal pengangkut yang diduga terlibat dalam praktik alih muatan atau transhipment ilegal.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah menertibkan sektor perikanan dan menutup celah praktik ilegal yang merugikan negara.
Operasi ini bukan tanpa alasan. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Lotharia Latif, menjelaskan bahwa kapal-kapal tersebut kini diamankan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual sejak Jumat (28/2/2025), sementara satu kapal lainnya masih dalam pemantauan ketat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
“Kesepuluh kapal ini tidak memiliki dokumen kemitraan dengan kapal pengangkut berinisial KM. MS 7A. Saat pemeriksaan dilakukan, muatan ikan sudah tidak ada, yang diduga telah dipindahkan sebelumnya,” ujar Latif dalam pernyataan resminya pada Jumat (7/3/2025).
Praktik transhipment ilegal seperti ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Kegiatan ini kerap dikaitkan dengan berbagai pelanggaran lain, mulai dari pencurian ikan, penghindaran pajak, hingga eksploitasi awak kapal. Tak heran jika KKP langsung bertindak dengan membekukan izin operasional sebagai sanksi awal bagi kapal-kapal tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi, kapal-kapal ini diduga melanggar sejumlah regulasi, termasuk Pasal 27 angka 7 (Pasal 27A ayat (1)) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 317 ayat (1) huruf g dan Pasal 320 ayat (3) huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Langkah KKP ini menegaskan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik perikanan ilegal yang kerap terjadi di perairan Indonesia. Dengan pengawasan yang diperketat, diharapkan sektor perikanan nasional bisa lebih transparan, adil, dan berkelanjutan bagi semua pihak.*** Rul