BacaritaMaluku.com--Ambon; Rilisan berita dari media Babeto Idibaru-baru ini kembali menarik perhatian publik Maluku, khususnya terkait pernyataan salah satu kuasa hukum Jenderal Nono Sampono, yakni Sutriyono. Dalam komentarnya, Sutrisno menyebut opini Basyir Tuhepaly sebagai “opini sampah” yang dituding sebagai hasil “orderan senior”. Komentar ini, bagi saya, bukan hanya keliru, tetapi juga menunjukkan adanya ketakutan politik yang cukup serius di balik figur yang tengah dikritik.
Sebagai bagian dari masyarakat yang peduli terhadap arah demokrasi dan kebebasan berpendapat di Maluku, saya, Ahmad Arga menilai bahwa pernyataan kuasa hukum tersebut mencerminkan kegelisahan politik Jenderal Nono Sampono. Kegelisahan itu bisa dimaklumi jika kita melihat rekam jejak beliau selama menjabat sebagai senator di Senayan sebuah jabatan yang, sayangnya, tidak pernah menunjukkan kontribusi nyata bagi daerah pemilihannya di Maluku.
Daripada membuka ruang diskusi, komentar Sutrisno justru bernuansa pembungkaman terhadap kritik. Ini adalah pola yang berbahaya dalam sistem demokrasi. Masyarakat yang menyampaikan pendapat tidak boleh diintimidasi dengan ancaman hukum, apalagi dijerat dengan pasal-pasal karet yang membawa mereka ke jeruji besi hanya karena mengutarakan pandangan kritis.
Bagi saya, komentar Basyir Tuhepaly merupakan bagian dari ekspresi intelektual dan demokratis yang sah, yang dijamin dan dilindungi oleh hukum serta negara. Kritik adalah hak rakyat, bukan kejahatan. Jika Jenderal atau tim hukumnya tidak sepakat, mereka seharusnya menanggapi dengan argumentasi, bukan dengan pelabelan dan ancaman.
Lebih jauh lagi, saya juga menyoroti sikap sebagian pihak yang mencoba menyeret Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Maluku ke dalam pusaran konflik ini. Saya ingin menegaskan jangan menjadikan KNPI sebagai tameng untuk melindungi Jenderal Nono Sampono. KNPI bukan alat politik, apalagi kendaraan untuk menyembunyikan kegagalan atau kepentingan pribadi di balik nama besar organisasi pemuda.
KNPI harus berdiri netral dan berpihak pada kepentingan generasi muda, bukan pada elite yang merasa terganggu oleh kritik. Jangan biarkan semangat kolektif pemuda Maluku dikotori oleh manuver politik praktis.
Akhirnya, saya ingin mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak takut bersuara. Demokrasi hanya akan hidup jika rakyatnya berani menyampaikan pikiran, sekalipun itu tidak nyaman bagi yang dikritik. Karena negara ini bukan milik elite, tetapi milik kita semua.