BacaritaMaluku. com-– Saat rakyat Maluku terus bergelut dengan kemiskinan, keterbelakangan infrastruktur, minimnya akses pendidikan, dan terbatasnya layanan kesehatan di wilayah kepulauan, tidak banyak yang bisa dibanggakan dari kiprah senator kita di Senayan. Nama besar, pangkat jenderal, dan gelar prestisius bukan jaminan komitmen terhadap daerah. Dan dalam hal ini, saya ingin menyampaikan kritik terbuka kepada Nono Sampono, anggota DPD RI asal Maluku, yang menurut saya, lebih pantas disebut sebagai Jenderal Numpang Dapilkarena tak terasa kehadirannya sebagai pembela kepentingan Maluku.
Dapil Maluku, Tapi Hati di Jakarta
Masyarakat Maluku sudah lama mendambakan wakil-wakil di pusat yang benar-benar berpihak dan hadir secara konkret dalam pembangunan daerah. Tapi justru yang terjadi, Nono Sampono lebih dikenal karena proyek-proyek besar yang justru tidak berkaitan dengan Maluku, seperti keterlibatannya dalam proyek “pagar laut” reklamasi di pesisir Jakarta. Ini adalah tamparan keras bagi rakyat Maluku: ketika wakilnya malah sibuk mengurus investasi pribadi di luar tanah kelahiran, bukan memperjuangkan solusi untuk daerah dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi.
Minim Kiprah, Minim Suara
Dalam kapasitasnya sebagai anggota DPD dua periode, bahkan sempat menjadi Wakil Ketua DPD RI, tidak banyak gagasan progresif yang benar-benar menyentuh kebutuhan strategis Maluku yang kita dengar darinya. Mana inisiatif nyata soal RUU Daerah Kepulauan yang tak kunjung disahkan? Mana pengawalan terhadap pembangunan infrastruktur dasar di pulau-pulau terpencil Maluku? Tidak ada terobosan besar. Tidak ada tekanan politik yang kuat. Tidak ada jejak advokasi yang berdampak.
Kita butuh pemimpin yang bisa menyuarakan kepentingan Maluku, bukan yang sekadar menyematkan Maluku di nametag-nya, lalu menjadikannya batu loncatan untuk urusan bisnis dan elite di ibu kota.
Bantuan Bencana Bukan Legacy
Memang benar, ada catatan bahwa beliau pernah memberikan bantuan saat bencana gempa mengguncang Ambon dan sekitarnya. Namun itu tidak bisa menjadi satu-satunya pembenaran kontribusi selama dua periode menjabat. Rakyat tidak butuh sedekah; **rakyat butuh sistem, kebijakan, dan perlindungan struktural. Maluku butuh perubahan menyeluruh dalam kebijakan nasional, yang hanya bisa diperjuangkan jika para wakilnya benar-benar fokus dan hadir, bukan sekadar simbol.
Maluku Butuh Wakil, Bukan Penumpang
Sebagai anak muda Maluku, saya tidak ingin wakil seperti ini terus mengisi panggung politik kita. Kita butuh pemimpin yang berakar pada realitas rakyat, bukan yang melayang dalam urusan bisnis, investasi, dan agenda personal. Kita butuh mereka yang menjadikan Maluku sebagai pusat perhatian politik mereka, bukan sekadar tempat numpang suara saat pemilu.
Sudah saatnya rakyat Maluku lebih kritis dalam memilih. Jangan terbuai dengan pangkat atau nama besar. Lihat rekam jejak. Lihat komitmen. Lihat kontribusi nyata.
Jika Nono Sampono tidak bisa melepaskan ketertarikannya pada proyek-proyek pribadi dan tetap menjadikan Maluku hanya sebagai formalitas politik,maka ia tidak layak lagi disebut wakil rakyat Maluku.
Penutup
Saya menulis ini bukan karena benci, tetapi karena cinta. Cinta pada Maluku yang lebih baik. Cinta pada tanah yang selama ini hanya menjadi catatan kaki dalam peta kekuasaan nasional. Dan saya percaya, generasi muda harus mulai bersuara. Karena diam hanya akan memperpanjang ketimpangan dan ketidakadilan yang kita warisi.